Thursday, October 28, 2010

TANGGAPAN

TANGGAPAN

            Seperti yang ditulis oleh pengarang bahwa dalam buku ini berbicara mengenai dialog-dialog yang korelasional (istilah biasa yang masih bermasalah adalah pluralistik), serta bertanggung jawab secara global (atau dialog liberatif). Dialog ini akan berhasil bila didasarkan pada suatu komitmen bersama untuk mengembangkan kesejahteraan manusia dan ekologi—bumi dan kemanusiaan.[3]
            Saya melihat bahwa penulis mengusung spirit dari Konsili Vatikan II yang menghasilkan paradigma baru yang mengakui kemungkinan adanya keselamatan yang ditawarkan agama-agama lain dan membenarkan adanya “kebenaran” serta “kesucian”, nilai dan kebajikan yang ditawarkan agama-agama non-Kristen.[4] Hal itu terdapat dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium) artikel 8 : “Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya, walaupun di luar persekutuan itu pun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran, yang merupakan kurnia-kurnia khas bagi Gereja Kristus, dan mendorong ke arah kesatuan katolik.”
            Tentu saja sikap dan langkah tesebut dapat membuka jalan bagi siapa saja yang berminat di bidang dialog antar-agama untuk bertemu, duduk, dan bertindak bersama dengan mitra dialog yang bukan hanya berasal dari agama dan budaya lain tetapi juga yang berada dalam kondisi sosial-ekonomi yang berbeda.
            Selanjutnya dapat terlihat sumbangan besar dari buku ini adalah dalam caranya yang bersemangat dalam menyadarkan akan kredibilitas moral dari dialog yang pada tingkat intelektual dan spiritual tidak boleh terlepas dari masalah penderitaan sosial, fisik dan psikis dari jutaan manusia. Dialog antar-agama mengandaikan lebih daripada sekedar minat intelektual-akademis terhadap apa yang ingin diungkapkan oleh agama-agama tentang masalah-masalah teologi atau antropologi.[5]
Selain itu ada penekanan yang diungkapkan oleh penulis bahwa suatu  dialog  di mana umat dari berbagai agama yang berbeda tidak bisa berbicara secara religius atau teologis kecuali dalam praktek mereka juga (dan ini yang terutama) bertindak bersama demi kesejahteraan dunia ini. Tekanan pada praksis tidak mengurangi faktor penting lainnya dalam upaya untuk saling berbicara dan memahami—seperti doa, studi, dan kegiatan ritual bersama. Namun, yang dimaksud adalah kalau faktor-faktor lainnya ini tidak dicampur dengan praksis tanggung jawab global, mereka menjadi tidak seefektif yang seharusnya.
            Pemaparan yang jelas dan konkret dalam buku ini memberi gambaran bahwa membangun sikap untuk berdialog adalah hal yang hakiki dalam kodrat manusia, terlebih mereka yang mengaku diri beriman. Sebuah tanggung jawab bersama untuk menjadi creator bumi tempat kita berpijak sehingga layak dan pantas untuk dihuni. Sebuah tanggung jawab untuk menjadi sahabat dan saudara bagi yang lain tanpa terkecuali. Semuanya itu dengan satu tujuan yaitu Memuliakan Allah di dalam dan bersama semua makhluk ciptaannya.
           

No comments:

Post a Comment